Hasil gambar untuk perjanjian linggarjati 

Perjanjian linggarjati atau Perundingan Linggar Jati adalah Diplomasi Sejarah Indonesia Nasional Antara Republik Indonesia dengan Belanda, dimana Perjanjian linggar jati adalah suatu perjanjian yang dilakukan antara Sutan Sahmi dari pihak Indonesia dengan Dr.H.J. Van Mook dari pihak pemerintah Belanda. Kesepakatan linggar jati yang berlangsung selama 4 (empat) hari disepakati di sebuah desa linggar jati di daerahKabupaten Kuningan.

A.    LATAR BELAKANG PERJANJIAN LINGGAR JATI

1.     Berunding dengan Belanda
Indonesia juga mengadakan perundingan langsung dengan Belanda. Berbagai perundingan yang pernah dilakukan untuk menyelesaikan konflik Indonesia- Belanda misalnya: Perundingan Linggarjati, Perjanjian Renville, Persetujuan Roem-Royen, Konferensi Inter-Indonesia, dan Konferensi Meja Bundar.
a. Permulaan perundingan-perundingan dengan Belanda (10 Februari 1946)
Panglima AFNEI (Letnan Jenderal Christison) memprakarsai pertemuan Pemerintah RI dengan Belanda untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dan RI. Serangkaian perundingan pendahuluan di lakukan. Archibald Clark Kerrdan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai penengah. Perundingan dimulai pada tanggal 10 Februari 1946. Pada awal perundingan, H.J. van Mook menyampaikan pernyataan politik pemerintah Belanda. Kemudian pada tanggal 12 Maret 1946, pemerintah Republik Indonesia menyampaikan pernyataan balasan.
b. Perundingan di Hooge Veluwe (14–25 April 1946)
Setelah beberapa kali diadakan pertemuan pendahuluan, diselenggarakanlah perundingan resmi antara pemerintah Belanda dengan Pemerintah RI untuk menyelesaikan konflik. Perundingan dilakukan di Hooge Veluwe negeri Belanda pada tanggal 14 – 25 April 1946. Perundingan mengalami kegagalan.
c. Perundingan gencatan senjata (20–30 September 1946)
Banyaknya insiden pertempuran antara pejuang Indonesia dengan pasukan Sekutu dan Belanda mendorong diadakannya perundingan gencatan senjata. Perundingan diikuti wakil dari Indonesia,Sekutu, dan Belanda. Perundingan dilaksanakan dari tanggal 20 – 30 September 1946. Perundingan tidak mencapai hasil yang diinginkan.
d. Perundingan RI dan Belanda (7 Oktober 1946)
Lord Killearn berhasil membawa wakil-wakil Pemerintah Indonesia dan Belanda ke meja perundingan. Perundingan berlangsung di rumah Konsul Jenderal Inggris di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1946. Delegasi Indonesia diketuai Perdana Menteri Sutan Syahrir. Delegasi Belanda diketuai oleh Prof. Schermerhorn. Dalam perundingan tersebut, masalah gencatan senjata yang gagal perundingan tanggal 30 September 1946 disetujui untuk dibicarakan lagi dalam tingkat panitia yang diketuai Lord Killearn.
Perundingan tingkat panitia menghasilkan persetujuan gencatan senjata sebagai berikut.
·         Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
·         Dibentuk sebuah Komisi Bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.
Di bidang politik, delegasi Pemerintah Indonesia dan komisi umum Belanda sepakat untuk
menyelenggarakan perundingan politik “secepat mungkin”.
e. Perundingan Linggarjati (10 November 1946)
Sebagai kelanjutan perundingan-perundingan sebelumnya, sejak tanggal 10 November 1946 di Linggarjati di Cirebon, dilangsungkan perundingan antara Pemerintah RI dan komisi umum Belanda. Perundingan di Linggarjati dihadiri oleh beberapa tokoh juru runding, antara lain sebagai berikut:
·         Inggris, sebagai pihak penengah diwakili olehLord Killearn.
·         Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir (Ketua), Mohammad Roem (anggota), Mr. Susanto Tirtoprojo, S.H. (anggota), Dr. A.K Gani (anggota).
·         Belanda, diwakili Prof. Schermerhorn (Ketua), De Boer (anggota), dan Van Pool (anggota).
Perundingan di Linggarjati tersebut menghasilkan keputusan yang disebut perjanjian Linggarjati.

B.      ISI PERJANJIAN LINGGAR JATI
Hasil perundingan tertuang dalam 17 pasal. 4 (Empat) isi pokok pada perundingan linggar jati adalah :

1. Belanda mengakui secara defacto wilayah RI / Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 januari 1946.
3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat atau RIS.
4. Dalam bentuk RIS indonesia harus tergabung dalam Commonwealth / Uni Indonesia Belanda dengan mahkota negeri Belanda debagai kepala uni.
Dengan adanya kesepakatan perjanjian / perundingan linggar jati, Negara Indonesia mengalami kekalahan selangkah. Selanjutnya setelah terbentuk negara RIS pihak Belanda bertindak sewenang-wenang yang merugikan RI. Kemudian terjadilah agresi militer I / pertama.
C.       DAMPAK PERJANJIAN LINGGAR JATI

1.       Hasil perundingan tetap memberikan kesempatan Belanda untuk membangun kembali kekuasaanya di Indonesia.
2.       Adanya pengakuan secara de facto oleh Belanda terhadap kekuasaan pemerintah RI atas Jawa,Madura,Sumatera. Yang diikiuti oleh beberapa negara lainnya seperti Inggris,Amerika Serikat,Yaman,Rusia,Mesir,Lebanon,Suriah,Burma dan Afganistan.
3.       Perundingan Linggarjati membuat Indonesia terhindar dari banyak nya korban jiwa yang jatuh. Dimana dengan adanya perundingan tersebut dimaksudkan agar terhindar dari peperangan
4.       Adanya gejolak dalam tubuh dalam tubuh pemerintahan Indonesia. Dikarenakan KNIP tidak segera mengesahkan perjanjian Linggarjati karna dianggap terlalu menguntungkan pihak Hindia Belanda ketimbang pihak Indonesia sendiri dimana pihak Indonesia menghendaki kemerdekaan sepenuhnya.
5.       Adanya Agresi Militer Belanda I terhadap Indonesia. Hal ini dikarnakan Belanda menganggap Indonesia tidak patuh terhadap perjanjian Linggar Jati. Dikarenakan Indonesia mengadakan hubungan diplomatik dengan negara lain padahal itu bukan merupakan wewenangnya pada tanggal 20 Juli 1947 Belanda menyatakan tidak terikat lagi dengan perjanjian Linggar Jati.

D.      AGRESI  MILITER  BELANDA  I

Perselisihan pendapat akibat perbedaan penafsiran dalam melaksanakan Perjanjian Linggarjati menimbulkan konflik antara Indonesia dan Belanda. Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengeluarkan nota berupa ultimatum yang harus dijawab pemerintah Indonesia dalam waktu 14 hari, karena tidak mencapai kesepakatan terhadap nota tersebut maka pada tanggal 21 Juli 1947, tengah Malam Belanda melancarkan serangan keseluruh daerah republik Indonesia. Operasi yang di beri label “aksi polisional” ini merupakan agresi yang dikenal dengan Agresi Militer I.  Pasukan-pasukan belanda bergerak ke Jakarta dan Bandung untuk menguasai Jawa Barat, dan dari Surabaya untuk menguasai Madura dan wilayah Jawa Timur, serta satu pasukanlagi untuk memduduki Semarang. Di Sumatra pasukan Belanda berusaha menguasai perkebunan-perkebunan disekitar Medan. Instalasi minyak dan batubara di Palembang dan sekitarnya juga diserang dan dikuasai. Pasuka TNI memutuskan mundur ke pedalaman sambil menjalankan taktik bumi hangus dan taktik gerilia. Sistem wehrkreise diterapkan dengan menggantikan sistem pertahanan liner.
Dengan taktik itu, Belanda hanya mampu bergerak di kota-kota dan jalan raya. Sementara wilayah lainnya dikuasai sepenuhnya oleh TNI. Walaupun dengan kemampuan teknik sangat terbatas, TNI Angkatan Udara mulai berperan aktif dalam perang melawan Belanda. Dengan bermodalkan pesawat tua peninggalan Jepang, yang terdiri dari sebuah pesawat pengebom Guntai dan dua buah pesawat pemburu Cureng, dan penerbangan AURI terlibat dalam beberapa serangan udara terhadap Belanda. Pada tanggal 29 Juli 1947, ketiga pesawat yang berpangkalan di Maguwo Yogyakarta ini terlibat pertempuran di Ambarawa, Salatiga dan Semarang.

E.  AGRESI MILITER BELANDA II

Situasi dalam negeri Indonesia yang sedang memberantas PKI dimanfaatkan oleh Belanda. Pada tanggal 18 Desember 1948 malam, Dr Beel memberitahukan kepada delegasi RI dan Komisi Tiga Negara (KTN) bahwa Belanda tidak lagi terikat dan tidak mengakui perjanjian Renville. Keesokan harinya, Belanda melancarkan agresi militer yang kedua kalinya. Sasaran Belanda langsung ditujukan untuk menguasai ibu kota RI di Yogyakarta. Denagn taktik perang kilat, Belanda juga menyerang wilayah RI lainnya. Serangan diawali dengan terjunnya pasukan payung di Pangkalan Udara Maguwo (Adisucipto) dan pengebomam beberapa tempat di Yogyakarta.  Dalam waktu singkat, pasukan Belanda berhasil menguasai Ibu kota RI. Pimpinan tertinggi negara dan beberapa pejabat tinggi, seperti Presiden, wakil presiden, kepala staf angkatan udara, dan beberapa pejabat tinggi lainnya ditawan oleh Belanda. Presiden Sukarno diasingkan ke Parapat (Sumatra Utara) kemudian ke Bangka. Wakil Presiden Mohammad Hatta dibuang ke Bangka. Pada saat pasukan Belanda menyerang kota Yogyakarta, kabinet sempat bersidang di Istana Presiden pada pagi hari tanggal 19 Desember 1948. Sidang memutuskan bahwa bila terjadi sesuatu kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran Rakyat yang sedang berada di Bukittinggi untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI).

Next
Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.

0 komentar:

Posting Komentar

 
parawangsyah © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top